Telat Menikah Membuat Hidup Lebih Bahagia? Tapi jangan kelamaan juga lah


Pasangan yang menunda pernikahan cenderung lebih bahagia dalam hidup daripada mereka yang menikah lebih awal. Tapi menikmati hidup sebagai lajang tidak perlu dalam waktu yang lama.

Menunda pernikahan bisa membuat Anda lebih bahagia dalam jangka panjang, menurut penelitian terbaru University of Alberta.

Dalam sebuah survei terhadap 405 orang Kanada yang disurvei di akhir sekolah menengah dan di awal usia paruh baya, mereka yang menikah pada usia yang sama atau lebih lambat dari teman sebayanya memiliki tingkat kebahagiaan dan harga diri yang lebih tinggi—serta lebih jarang depresi—daripada yang menikah lebih awal, menurut peneliti ekologi keluarga, Matt Johnson.

"Orang-orang yang melakukan sesuatu pada waktunya mendapatkan penerimaan sosial—penerimaan dari keluarga dan teman—yang akan membuatnya mudah dan tanpa beban menjalani transisi ini,” katanya. Mereka yang melakukan transisi awal atau akhir mungkin menerima sanksi sosial yang halus atau terbuka.

"Kami tidak menemukan bahwa telat menikah adalah hal negatif dalam hal kesejahteraan subjektif masa depan. Sebenarnya, menikah terlambat lebih baik dibanding menikah lebih awal," ucap Johnson.

Meskipun mereka yang menikah pada umumnya lebih bahagia daripada mereka yang tidak, mengikat hubungan terlalu dini dapat mempersulit kehidupan nantinya, karena "mempercepat atau mencegah transisi kehidupan lain terjadi," kata Johnson.

"Orang yang menikah lebih awal cenderung tidak mendapatkan pendidikan lebih tinggi, memiliki anak lebih awal, dan akibatnya terjebak dalam karir yang tidak mereka inginkan. Pada pertengahan usia, mereka sedikit lebih tertekan—atau memiliki rasa rendah diri—bukan karena mereka melanggar norma sosial, tetapi karena mereka memulai jalan menuju kehidupan keluarga lebih awal," jelas Johnson.

Mereka yang menunda pernikahan tidak tampak menderita atau kurang normal dari rekan-rekan mereka, dan juga dapat memperoleh lebih banyak pendidikan dan pekerjaan dengan bayaran lebih tinggi—kedua indikator untuk kesejahteraan subjektif jangka panjang yang lebih besar, kata Johnson.

Ia mengatakan, "Analisis kiami menunjukkan bahwa mereka yang mendapatkan gelar sarjana atau gelar yang lebih tinggi memiliki kemungkinan untuk telat menikah." Mereka yang meluangkan waktu untuk menikmati hidup sendiri dianggap lebih dewasa, dan mampu memahami dirinya sendiri.

"Anda lebih mampu menavigasi hidup dan hubungan Anda dengan cara yang lebih cenderung mengarah pada hasil yang baik," Johnson menjelaskan.

Meskipun begitu, menunda waktu menikah dalam waktu yang lama tidak menjamin bebas dari risiko. "Menunda pernikahan, seperti yang mereka katakan, dapat menjadikan seseorang lebih kurus seiring bertambahnya usia. Ini hanyalah tentang keseimbangan dalam hidup. Menikmati hidup sebagai lajang, tetapi juga tidak perlu dalam waktu yang lama,” ucap Johnson.

(Citra Anastasia. Sumber: Phys.org)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngatboy ---> Ngatman

Lensa

Terima kasih untuk para suami yang telah memuliakan istrinya