Mengangkat topik "Panas" dengan Bernas

Pernah seorang sahabat saya bercerita kepada saya perihal keadaan anaknya yang sedang beranjak remaja, dan sudah mulai menunjukkan aktifitas seksual. Nah berikut ada sebuah bacaan dari sebuah buku yang telah saya baca mengenai cara efektif berbicara dengan anak. Semoga artikel ini sedikit bermanfaat bagi teman-teman semua yaa.... Silakan di baca ^_^

Sebagian besar orang tua masih beranggapan bahwa membicarakan seks dengan anak berarti membicarakan soal persenggamaan laki-laki dan perempuan (sebatas hubungan seks) saja. Anggapan ini membuat seks menjadi topik yang tabu dan kerap dihindari karena mendatangkan perasaan risik, jengah dan malu. Padahal tujuan sebenarnya membicarakan seks dengan anak adalah untuk membangun kesadaran dia terhadap kesehatan reproduksinya agar kelak ketika anak dewasa dia mampu mempertanggungjawabkannya secara fisik, psikis maupun sosial. Atau dengan kata lain : Kelak kehidupan seks anak tidak akan menimbulkan kehamilan yang tidak diinginkan, tidak tertular penyakit menular seksual, tidak merusak kesehatan fisik dirinya sendiri ataupun orang lain (sehat fisik);Kelak kehidupan seks anak akan terhindar dari perasaan tertekan atau terpaksa, dan menghambat kepribadiannya (sehat psikis); dan Kelak anak mampu menyesuaikan dan mempertimbangkan nilai-nilai sosial di sekitarnya (agama, budaya, lingkungan) yang dikaitkan dengan msalah reproduksinya (sehat secara sosial).

Selain itu tujuan lainnya adalah memastikan bahwa untuk hal sepenting ini anak hanya mendapatkan informasi pertama dan utamanya dari kita-orang tuanya, bukan teman sebaya, halaman-halaman majalah dewasa apalagi pornografi. Karena itu begitu anak cukup besar untuk mempertanyakan seksualitasnya, kita sudah harus mulai mengajarkannya tentang seks.Tidak kalah sulit sebenarnya membicarakan seks dengan anak asal berpegangan pada empat kiat sederhana berikut :

Bersikap jujur dan terbuka
Artinya ketika membicarakan tentang seks, Anda harus menyampaikannya dengan benar sesuai dengan faktanya. Jangan membohongi anak karena anak yang terbiasa dibohongi akan kehilangan kepercayaan kepada orang tuanya. Jangan sampai, Anda terlibat dakam kekonyolan seperti contoh di bawah ini hanya karena malu bicara jujur tentang seks dengan anak.
Contoh : suatu hari Lila yang berumur 5 tahun tiba-tiba bertanya kepada ibunya, "Ma, vagina itu apa sih?". Terkejut, ibunya dengan gugup menjawab risih, "eh... Itu, itu dompetnya mama. " lalu cepat-cepat pergi agar terhindar dari pertanyaan Lila selanjutnya. Beberapa bulan kemudian, si ibu yang sudah tidak ingat lagi pertanyaan Lila tiba-tiba dikejutkan lagi dengan pertanyaan baru. Sore itu ketika dia mau masuk ke kamar mandi lagi-lagi Lila bertanya serius, "kalau senggama itu artinya apa ma?". Pucat pasi si ibu sontak menjawab sambil buru-buru melangkah masuk ke kamar mandi, "ihhhh Lila, itu artinya mandi tau!".
Hari minggu pagi satpam yang biasa bertugas menagih iuran keamanan datang. Kebetulan kali ini Lila yang membukakan pintu rumahnya. "Eh Lila, papa ada?" tanya satpam. Mengangguk, Lila menjawab, "ada tuh papa lagi senggama, baru aja masuk kamar mandi. Pak satpam mau ambil uang iuran? Ya udah tunggu ya Lila bilang mama dulu biar diambilin dari vagina mama."

Lakukan setahap demi setahap
Anda harus mengajarkan seks pada anak setahap demi setahap sedini mungkin sesuai dengan perkembangan usianya. Mulailah dengan hal yang paling sederhana, misalnya membiasakan menyebutkan nama kelamin dan organ reproduksi dengan istilah klinis seperti payudara, penis, vagina, testis, dan lain-lain. Pembiasaan ini akan mengikis rasa malu dan membuat Anda lebih nyaman membicarakan detail selanjutnya ketika anak bertambah besar dan menuntut oenjelasan lebih rinci.
Jangan sengaja mengajarkan seks sampai anak berusia terlalu besar (di atas 12 tahun). Bukannya hanya rasa malu Anda dan anak sudah terlanjur menggunung, tapi prinsip ini tak ubahnya seperti memaksakan anak menelan satu botol obat batuk untuk dosis 3 kali minum per harinya menjadi satu kali teguk saja dan berharap batuknya sembuh seketika. Malah bahaya bukan?! Nah.. Jadi selalu lakukan setahap demi setahap sedini mungkin sesuai dengan tingkat pemahaman anak.

Santai
Anda jangan membiasakan diri bersikap heboh ketika mendengar anak bertanya tentang seks. Bersikap santai dan biasa-biasa sajalah. Tak perlu panik. Tanggapi pertanyaan anak dengan tenang dan informatif selayaknya Anda menjawab pertanyaan dia tentang antariksa, bulan, hujan, dinosaurus, dan lain-lain. Jika pin pertanyaan itu membuat Anda terkejut, tanggapi dengan sikap pertanyaan ini sedikit mengejutkan, tapi saya senang kamu menanyakannya.
Contoh : pada suatu sore si sulung beumur 11 tahun bertanya kepada ibunya, "Bu, sodomi itu apa? Sang ibu pun agak sedikit kaget, tapi si ibu merasa senang karena anaknya bertanya hal itu pada orang yang tepat. Jadi si ibu pun menjawab jujur, "well, itu aktivitas seks yang menggunakan penis dan anus." "Maksudnya bu? Aku nggak ngerti?" cecar sang anak. Ibu pun menjelaskan "jika persenggamaan biasa itu menggunakan penis dan vagina, maka sodomi menggunakan penis dan anus," jelas sang ibu memberi detail.
"maksudnya penis dimasukkan ke dalam pantat begitu bu?" selidik sang anak. "betul" jawab ibu. "memangnya boleh apa bu?". Secara medis memang tidak dianjurkan karena anus tidak elastis dan tidak punya cairan pelumas, jadi bisa menimbulkan luka, secara agama juga tidak boleh." hmmm... Tapi kenapa orang melakukannya? Tuh aku baca di koran ada anak disodomi terus di bunuh?". "alasan kenapanya ibu tidak tahu. Ada orang yang punya niat jahat pada orang lain dan akan melakukannya tanpa perlu alsan khusus."

Jangan marah dan bersikap defensif
Sikap negatif semacam ini sering menepis keinginan anak untuk mau terbuka pada Anda. Dan ketertutupan soal seks (karena anak takut dihakimi jika bertanya soal seks) malah akan membuat Anda kehilangan kesempatan untuk mengontrol kualitas informasi yang diserap anak. Akibatnya anak malah terdorong untuk menyerap informasi "sampah" dari luar. Ini tentu merugikan.
Sebaliknya piawailah memanfaatkan setiap kesempatan emas saat anak ingin tahu. Misalnya ketika balita tanpa sengaja menemukan sang ibu haid, dia mungkin dengan ngeri akan bertanya "loh, kok ibu berdarah?". Tunjukkan reaksi positif dengan menjawab, "Ibu sedang menstrulasi sayang." jawaban itu mungkin akan memancing pertanyaan anak berikutnya, "sakit ya bu?". "tidak nak, karena ini bukan luka. Jadi ibu tidak merasa sakit. Menstruasi akan dialami oleh semua perempuan yang sudah dewasa. Kamu tidak usah khawatir ya, ibu tidak apa-apa."

Bila Anda membiasakan diri untuk bersikap terbuka dan jujur dengan anak sejak dini terkait seksualitas, maka kelak ketika beranjak dewasa dan membutuhkan informasi yang lebih detail dia pun tidak akan sungkan untuk bertanya pada Anda. Karena itu siapkan diri untuk mulai memberikan informasi seks pada anak sejak anak menanyakannya. Ini berarti bahkan di usia pra sekolahnya pun Anda harus menginformasikan anak tentang asal muasal bayi, perbedaan anatomi laki-laki dan perempuan, hak atas kelaminya, dan lain-lain. Jadi ketika balita Anda bertanya, Anda tidak akan sungkan menjawabnya.
(sumber : Hana. 2011. Tip dan trik cara efektif bicara dengan anak (usia 3 - 12 tahun). PT elex media komputindo : Jakarta)

Jadilah orang tua cerdas... ibu..
"Entah akan berkarir atau menjadi ibu rumah tangga, seorang wanita wajib berpendidikan tinggi. Karena ia akan menjadi ibu, ibu-ibu cerdas akan menghasilkan anak-anak cerdas." (Dian Sastrowardoyo)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngatboy ---> Ngatman

Lensa

Terima kasih untuk para suami yang telah memuliakan istrinya