Spiritual Journey untuk mengatasi masalah tawuran

Tawuran sebagai gejala tingkah laku kelompok yang berbeda dinamika penyimpangannya dengan tingkah laku individu. Rasa permusuhan yang mendominasi situasi tawuran harus dipahami dalam kerangka dinamika kelompok walaupun sangat kecil kaitannya dengan karakteristik individual anggota kelompok tawuran. Tetapi harus dilihat dari mentalitas dan pola pikir individu dalam kelompok.
Mansoer (1998)  membuktikan bahwa siswa yang terlibat tawuran mempunyai hubungan erat dengan orang tuanya, sehingga teori yang menyatakan bahwa siswa yang berasal dari keluarga yang tidak harmonis menjadi mitos yang salah. Pendapat yang menyatakan sekolah yang berkualitas buruk dan berdisiplin rendah sering terlibat tawuran ternyata juga tidak sepenuhnya benar, sebab kenyataannya ada sekolah yang secara akademis tergolong papan atas keterlibatannya dalam tawuran cukup tinggi, seperti contoh kasus yang terdapat dalam artikel yakni SMAN 70  dan SMAN 6 Jakarta Selatan.
Tawuran siswa juga tidak dapat dinilai dari berkaitan dengan tingkat kecerdasan dan prestasi belajar. Faktanya, banyak siswa yang cerdas dan berprestasi yang terlibat tawuran, bahkan mereka mempunyai konstribusi dalam mengatur strategi penyerangan maupun penyelamatan diri bagi teman-temannya. Selain itu, tidak terdapat bukti yang kuat bahwa siswa yang terlibat tawuran adalah  pecandu  narkoba, bahkan untuk melakukan penyerangan dan menyelamatkan diri, seorang siswa harus memiliki kesadaran dan kewaspadaan tinggi serta kondisi fisik yang prima.
Tawuran dilakukan sebagai wujud solidaritas pertemanan yang diturunkan oleh senior-seniornya kepada angkatan yang lebih muda. Oleh karena itu, disarankan bagi pihak terkait perlunya upaya memutuskan mata rantai transfer budaya tawuran dalam lingkungan sekolah sehingga proses tersebut tidak berjalan dengan baik dan tradisi tawuran dapat hilang dengan sendirinya. Pemutusan mata rantai tersebut dapat dilakukan dengan mengurangi intensitas, durasi, prioritas dan intensitas dalam hubungan interaksi antar individu di sekolah tersebut.
Agaknya mustahil kita mampu mengatasi permasalahan tawuran pelajar yang sudah menjadi isu nasional,  jika kondisi moral dan mental individunya masih sangat rendah. Oleh karena itulah pendampingan siswa melalui spiritual journey sangatlah dibutuhkan. Pendekatan yang dilakukan yakni dengan  melakukan pendampingan dari dimensi mikro (secara individu) bagi seluruh siswa baik di sekolah maupun di rumah, khususnya bagi siswa yang pernah  melakukan tawuran. Model intervensi komunitas  ini dilakukan melalui community development yakni memberi kekuatan pada individu agar  mampu menyelesaikan permasalahannya dengan dirinya sendiri, selain individu strategi ini melibatkan pihak sekolah terutama tenaga pendidik dan juga keluarga khususnya orang tua di rumah.
Pendampingan yang dimaksud selain dengan teknik komunikasi yang  interaktif,  dilakukan melalui pendekaran dari sisi spiritual yang  berfungsi menyalurkan energi positif. Kegiatan spiritual journey untuk siswa ini dapat menciptakan rasa aman, keselamatan, ketentraman lahir batin sehingga siswa memiliki keseimbangan antara jasmani dan rohaninya. Kegiatan yang dilaksanakan haruslah menjangkau berbagai aspek secara sistematis, terencana, terpadu dan menyeluruh (komprehensif). Melalui program ini, siswa akan dilatih secara intensif dan tentunya kontinu agar terjadi perubahan moral dan mental spiritual. Remaja khususnya pada masa usia produktif atau pada usia pelajar yang cenderung terjadi penurunan moral dan penurunan akhlak jika tidak didampingi secara serius. Salah satu yang terpenting adalah spiritual quetiont, karena emotional dan intelligent quetiont ketika tidak diimbangi dengan spiritual quetiont, maka hasilnya akan jauh berbeda.
Seluruh rangkaian kegiatan disampaikan  secara ringan, tidak menggurui tetapi  lebih kepada penekanan penanaman nilai-nilai positif, pola pikir, mentalitas dan perilaku yang seharusnya dimiliki oleh siswa sebagai benteng pertahanan diri. Mengajari bagaimana caranya menghindarkan diri dari terjadinya tawuran. Memberitahu bagaimana caranya menyelamatkan diri dari bentrokan antarpelajar. Strategi ini juga dapat memberdayakan siswa yang pernah tawuran maupun orang tua siswa yang menjadi korban tawuran, untuk berbagi pengalamannya (testimoni) kepada siswa lainnya tentang apa yang ia alami dan rasakan dari tawuran. Pada kegiatan akhir siswa diajak merenung, konsentrasi untuk melihat diri sendiri apa dan bagaimana perilaku selama ini, apakah sudah benar apa belum? dan di ajak untuk merencanakan perbaikan-perbaikkan untuk diri mereka masing-masing.
Kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan mampu mengalihkan perhatian siswa dari berbagai kegiatan  yang mengarah pada tindak kekerasan di dalam  maupun di luar sekolah, serta meminimalisir siswa agar tidak mudah terpengaruh dengan kegiatan kelompok tertentu atau isu-isu yang memancing tindakan tawuran antar siswa.
Selain penanganan di lingkup sekolah, komunikasi antara guru dan orang tua siswa harus terjalin dengan baik. Orang tua sebaiknya mengatahui keberadaan anaknya, dan mengetahui aktivitas yang dilakukan dan bersama siapa anak bergaul dan bermain selepas jam sekolah usai. Karena tidak sepenuhnya anak merupakan tanggung jawab sekolah. Orang tua perlu juga dilatih bagaimana menjadi pendengar yang baik, bukannya mendominasi komunikasi yang terjadi.
Rumah tangga merupakan sumber utama pemberdayaan (Friedman, 1992), terdapat 3 kekuatan yang harus dimiliki rumah tangga yakni
a)      Kekuatan sosial : menyangkut proses terhadap dasar-dasar produksi, seperti informasi, partisipasi dalam menangani permasalahan sosial dan juga sebagai sumber kekuatan dalam masyarakat.
b)      Kekuatan politik : akses terhadap proses pembuatan keputusan yang mempengaruhi masa depan keluarga itu sendiri.
c)      Kekuatan prsikologis : rasa potensi individu yang merupakan  perilaku, seperti rasa percaya diri.
Kekuatan dalam rumah tangga di atas merupakan modal terbesar dalam penanaman nilai-nilai spiritual pada anak dan remaja, orang tua dapat menjadi contoh untuk penanaman nilai yang positif. Spiritual journey yang dapat dilakukan dirumah yakni dengan melakukan ibadah bersama, diskusi permasalahan-permasalahan anak dari hati ke hati dan sesekali melakukan pengenalan dengan alam seperti outing dan  outbond bersama di alam bebas. (eka afrina)




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngatboy ---> Ngatman

Lensa

Terima kasih untuk para suami yang telah memuliakan istrinya