Belajar dari segelas kopi
Cerita berikut
ini cukup menginspirasi saya..
Cerita tentang
beberapa orang sahabat yang sudah terpisah lama kemudian bertemu lagi di salah
satu acara reuni, mereka sepakat untuk
mengunjungi salah seorang guru mereka semasa SMA. setelah sekian lama tidak
bertemu, mereka datang dalam keadaan berhasil dan sukses. Ada yang sudah
melanjutkan pengembaraannya ke luar negeri, ada yang sudah duduk di kursi
pemerintahan sebagai pejabat dan satu orang lagi menjadi seorang pebisnis yang
sukses. Boleh dikatakan semuanya sudah
mendapatkan kebahagiaan, kemapanan ekonomi, dan status sosial yang baik di
masyarakat.
Sesampainya di
rumah sang guru, mereka saling bercengkrama.
Tetapi setelah beberapa saat, ke tiga orang alumnus tersebut nampak
khawatir, terlihat dari raut wajah mereka. ada yang takut waktunya habis karena
masih banyak pekerjaan di kantor, dan berbagai kesibukan lainnya. Selang beberapa
menit, guru itu tiba-tiba beranjak dari tempat duduknya menuju dapur. Tak lama
kemudian dia kembali dan membawa seteko kopi. Gelas-gelas untuk minum kopi juga
sudah disediakan sebanyak 6 buah. Masing-masing gelas memiliki warna
tersendiri dan bentuk yang berbeda. Ada dua
buah gelas kristal buatan Cina, dengan corak etnik yang harganya tentu mahal. Ada
yang gelas plastik berbentuk miniatur kubus, gelas keramik yang sangat elegan dan
ada juga yang gelas-gelas biasa pada umumnya yang harganya relatif murah, bahkan
rumah reot sekalipun bisa membeli gelas itu.
Guru yang
sudah sangat tua itu pun akhirnya mempersilahkan tamu-tamunya, “ayo, silahkan
minum!. Dan semua alumnus itupun mengambil gelas masing-masing, sang guru pun
mengatakan. “kalian tidak ada yang mau mengambil gelas biasa itu, apakah kalian
hanya memilih gelas yang bagus-bagus saja?, Ya tetapi wajarlah kalian memilih
apa yang terbaik untuk diri kalian. Namun sebaliknya hal inilah yang semestinya
membuat kalian merasa khawatir dan risau. Seharusnya yang menjadi perhatian
kalian adalah kopi ini dan bukan gelasnya. Namun yang disayangkan, kalian
justru terlena dan tergiur dengan gelas-gelas indah dan mahal ini. Saya perhatikan
masing-masing dari kalian sibuk memilah-milah gelas, dan berharap mendapatkan
gelas yang ada di tangan orang lain. Seandainya kehidupan ini adalah kopi, maka
pekerjaan, harta, posisi jabatan dan status sosial adalah gelas-gelas ini. Kapasitasnya
hanya sebagai alat pelengkap yang mengisi hidup. Padahal kualitas dan esensi
hidupnya seperti itu juga, yaitu kopi ini. Ia tidak berubah menjadi apapun, dan
tetap disebut kopi. Sekarang saya ingin menasehati kalian semua, janganlah
sekali-kali perhatian kalian hanya tertuju pada gelas-gelas yang ada di tangan,
tetapi nikmatilah kopi yang ada di hadapan kalian!”.
Dari cerita
di atas banyak hikmah yang bisa kita ambil. Ketika kita hanya fokus pada apa
yang ingin kita capai terkadang kita lupa untuk menikmati perjalanannya yang
indah. Tidak sedikit orang yang sudah berhasil dan sukses tidak mau bersyukur
terhadap anugerah yang sudah diberikan Allah SWT kepadanya. Ada juga orang yang
sudah memiliki keluarga, istri yang cantik dan mempesona tetapi masih saja
protes dan berkomentar bahwa istri orang lain lebih cantik daripada istrinya
sendiri... benar-benar menggerus hati saya sebagai wanita.
Ada lagi
cerita singkat lainnya, ketika kita memesan makanan di restoran. Kita sering
memperhatikan pesanan orang lain, mata kita terkadang sibuk melirik sana-sini,
dan mungkin dalam hati berkata “wah pesanan orang itu enak sekali ya, mengapa
saya tadi tidak memesan yang itu saja ya!”. Hahaha lucu ya.. tapi perasaan
seperti itu juga pernah saya alami sendiri. Memang ketika kita melihat milik
orang lain lebih bagus dari apa yang kita miliki, hal ini malah akan menjadikan
diri kita tidak pernah puas dan tidak mensyukuri atas apa yang telah Allah SWT
berikan pada kita.
Mulai dari
detik ini, tanamkan dalam diri kita masing-masing.. bahwa kita akan menjadi
lebih baik lagi dari hari ke hari dengan tidak mengeluh. Mulailah dengan rasa
syukur, karena rasa syukur adalah landasan membangun kehidupan yang kokoh dan
bijaksana. (eka)
Komentar
Posting Komentar